{Oleh : Opius Maryan, 22 September 2021}
Tanpa Editor.
Berikut Fakta kemungkinan Kontroversi di balik pernyataan sir Fernando Ortiz yang terkesan mengontra pendapat nya sendiri, Namun juga ada kesaksian yang benar dari yang Ia sampaikan sbb:
1. Sebelum nya Beliau mengatakan bahwa Pemerintah INA Melanggar New York Agrrement / 22, Tentang kebebasan Termasuk berpendapat masyarakat status dan Pikiran nya, Namun pada paragraph 138, hal. 45. Ortiz menyatakan sbb :
"Pandangan dan keinginan rakyat dinyatakan melalui berbagai saluran. Pernyataan-pernyataan dan komunikasi lain disampaikan kepada saya secara tertulis atau lisan, demostarasi-demostrasi damai, dan beberapa terwujud pada ketidakpuasan rakyat, termasuk peristiwa-peristiwa sepanjang perbatasan antara Irian Barat dan wilayah Papua dan New Guinea yang dikuasai oleh Australia (Paragraph 138, hal. 45).
Dimana pengekangan kebebasan rakyat seperti pada bukti SK soekarno No. 8, Mei 1963 Tidak di implementasi dan semua aktivitas riel Termasuk kebebasan berpendapat Tidak di bendung.
2. Sir Fernando Ortiz mengatakan bahwa
Rakyat papua ingin merdeka sendiri sebagaimana paragraph yang ada & Tidak menutup kemungkinan pernyataan itu mungkin didapat dan dilakukan kelompok Niew Guinea Raad yang juga melakukan gerakan untuk menentukan DMP (Dewan Musyawarah Pepera) sebagai pelaksanaan New York Agreement
Sementara Hal yang di Temui Fernando dilapangan justru berbeda antara demus dan sebagian rakyat sebagaimana paragraph yang ada sebagai berikut :
Pernyataan-pernyataan (petisi-petisi) tentang pencaplokan Indonesia, peristiwa-peristiwa ketegangan di Manokwari, Enarotali, dan Waghete, perjuangan-perjuangan rakyat bagian pedalaman yang dikuasai oleh pemerintah Australia, dan keberadaan tahanan politik, lebih daripada 300 orang yang dibebaskan atas permintaan saya, menunjukkan bahwa tanpa ragu-ragu unsur-unsur penduduk Irian Barat memegang teguh berkeinginan merdeka. Namun kemudian tertera Paragraph Fernando Ortiz yang menegaskan bahwa OAP melalui Demus ingin tinggal di INA sbb :
"Namun demikian, jawaban yang diberikan oleh dewan musyawarah atas pertanyaan yang disampaikan kepada mereka (OAP) sepakat tinggal dengan Indonesia "( paragraph 250, hal. 70).
Jikapun Sir Ortiz Mempermasalahkan PEPERA yang bercampur dengan Hukum Lokal yang padahal system Perwalian lebih mendukung karena keadaan yang ada, Dari problematika transportasi dan medan di Papua yang menyulitkan, Mobilitas serta Infrastruktur yang Tidak mendukung ketika itu, sehingga percampuran cara Hukum Lokal pun bagian Toleransi untuk di gunakan, Namun ingat! Walaupun ada permasalahan kembali lagi bahwa dalam paragraph 250 Hal. 70 Ortiz menyaksikan sendiri keinginan Rakyat papua yang Memilih ke-Indonesia.
PANDANGAN HUKUM LOKAL SOAL PEPERA YANG DI TERIMA BAIK OLEH INTERNASIONAL.
Kelompok pembebesan selalu mengatakan bahwa Refendum Tahun 1969 adalah Ilegal dengan dasar Pasal XVIII ayat (d) New York Agreement yang menyatakan "Dimana pelaksanaan harus di lakukan seluruh orang dewasa baik lelaki atau perempuan OAP, Namun Fakta keputusan internasiol yang tetap mengesahkan sesuai Resolusi MU PBB No.:2504/IV/19 November 1969 Tentang Ter-integrasian Papua Ke-INA juga membuktikan bahwa Pelaksanaan Hukum lokal yang turut mensuskseskan "NYA" dengan berbagai rumusan 1 ayat yang diantaranya di Non fungsi demi mempermudah Kebutuhan di lapangan yang ada adalah Legal.
"System musyawarah" Bukan Tanpa dalil, hal ini sesuai The ‘Secret’ Memorandum of Rome pada bagian 3. Yang mengatakan " The execution of the 1969 Act of Free Choice would be carried out based on the Indonesian parliamentary 'musyawarah' (deliberation) practices. (Artinya : Pelaksanaan 1969 Penentuan Pendapat akan dijalankan berdasarkan cara Indonesia ‘musyawarah’)
Disini membuktikan pandangan Dualisme HI ( Hukum Internasional ) seperti yang dikampanyekan Kelompok referendum memang akan sarat Kontroversi.
Roma agreement sendiri sepertinya condong dan dapat memiliki pandangan monisme primat nasional ; dimana dalam pandangan Monisme antara HI dan HN (Hukum Nasional) adalah Dua komponen dari satu kesatuan system hukum, dari 16 Perwalian PBB hanya 1 yang sedikit tidak puas yaitu Sir Fernando Ortiz walaupun beliau juga terlibat Approvel dalam ketidakpuasan.
Bagaimanapun Harus di akui; Faktanya dari 114 Negara sebanyak 84 negara setuju, tidak ada yang tidak setuju, dan hanya 30 yang abstain. Itu berarti membuktikan ketentuan dan Tindakan Hukum nasional tersebut Dianggap sesuai dengan Hukum internasional dengan Juga ketentuan "monisme Naturalis"
Sekali lagi harus di akui 84 Negara yang telah setuju menempatkan Hukum lokal menjadi Fakta yang Legal dihadapan Internasional dan Sesuai VCLT pasal 27 Tahun 1969, yang bermakna bahwa ; Tidak berarti bahwa hukum internasional tidak mementingkan Hukum nasional. & Terbukti sesuai Internasional sebagai Hukum utama dapat menempatkan Hukum lokal yang di permasalahkan Ortiz sebagai suatu Fakta yang Legal dengan suara setuju 84 Negara dengan baik pertimbangan.
Aliansi Mahasiswa Papua-AMP,PapuanizeKNPB Media Rakyat.