Kabar mengenai nasib Timor Leste baru-baru ini menjadi sorotan publik. Pasalnya usai berpisah dari Indonesia, Timor Lestre justru bernasib apes.
Negara kecil yang dulunya menjadi Provinsi ke 26 Indonesia dengan nama Timor Timur itu kini tengah disulitkan dengan keadaannya yang miskin.
Ternyata, dibalik keinginan dan perjuangan Timor Leste untuk berpisah dari Indonesia terdapat negara lain yang mengomporinya.
Australia ialah salah satu negara yang sedari dulu getol membantu pejuang kemerdekaan Timor Leste.
Namun di balik itu semua ternyata ada udang di balik batu, Australia menginginkan sesuatu yang besar dari Bumi Lorosae alias Timor Leste.
Dilansir dari berbagai sumber, seorang warga Australia, Bernard Collaery, yang dikenal sebagai pendukung hukum Timor Leste 'membongkarnya'.
Ia mengatakan, di pihak pemerintah Australia secara berturut-turut mereka telah mengincar dan mencuri sumber daya negara itu secara ilegal dan tak bermoral.
Secara terbuka dia telah menunjukkan borok Australia yang selalu memandang Bumi Lorosae sebagai obyek pasif.
Menurutnya tindakan Australia menjadikan Timor Leste sebagai obyek sapi perahan adalah nyata, negeri itu dirampok habis-habisan dari sumber daya petrokimia, baik untuk rezim buruh maupun liberal.
Timor Leste memang merupakan koloni Portugis, namun Australia memiliki kebijakan lama untuk menguasai Laut Timor secara sembunyi-sembunyi.
Australia secara ilegal mengeluarkan izin ekplorasi minyak yang merambah perairan Portugis.
Tapi bukan minyak dan gas, rupanya Australia diam-diam ingin merampok satu sumber daya alam yang dimiliki Timor Leste.
Hal ini seperti dikutip dari Greenleft, Bernard Collaery terkenal sebagai kuasa hukum Timor-Leste, dan menjadi duri di pihak pemerintah Australia.
Australia dituding mencuri sumber daya negara Timor Leste secara ilegal dan tidak bermoral.
Bernard Collaery telah menjadi teman dan penasihat pemimpin kemerdekaan Xanana Gusmao, penasihat hukum Saksi K, mata-mata yang membocorkan informasi tentang penyadapan Australia terhadap ruang kabinet Timor-Leste.
Kini Bernard Collaery harus membela diri dalam persidangan tertutup atas tuduhan menerima dokumen rahasia Australia secara ilegal.
Bernard Collaery menulis buku berjudul 'Oil Under Troubled Water, Australia’s Timor Sea Intrigue' alias 'Minyak di Perairan Sengketa, Intrik Laut Timor Australia'.
Semoga pemerintahan Timor Leste bisa memakmurkan rakyatnya tanpa harus bergabung lagi dengan Indonesia, karena pasti rakyat NKRI menolak! Laurensius Molan Buku ini bak wasiat untuk dibaca jika dia masuk penjara.
Karya yang ditulis Bernard Collaery adalah pembedahan secara teliti dari sejarah keterlibatan Australia di bumi Lorosae alias Timor Leste, pada tahun-tahun awal abad ke-20.
Bernard Collaery tampaknya telah membaca setiap arsip dokumen pemerintah tentang Timor Leste dan dia memaparkan materinya secara panjang lebar.
Apa yang dia tunjukkan adalah bahwa Australia selalu memandang Timor Leste sebagai obyek pasif dari pandangan kerajaan.
Entah itu bagian dari "busur pertahanan utara" Australia atau sebagai sapi perah yang akan dirampok dari segi sumber daya petrokimia.
Pandangan ini baik untuk rezim Buruh atau Liberal, dan hal itu sudah matang untuk diambil.
Selama ini Timor Leste adalah koloni Portugis, Australia memiliki kebijakan lama untuk menguasai Laut Timor secara sembunyi-sembunyi.
Australia secara ilegal mengeluarkan izin eksplorasi minyak yang merambah perairan Portugis.
Lepas dari Indonesia, Timor Leste Dicap Negara Miskin oleh PBB
Seperti yang ditunjukkan oleh Collaery, ada hubungan kerja dengan kediktatoran Suharto di Indonesia di mana pemerintahan pasca-kolonial Fretilin digulingkan dan sebuah perjanjian ilegal yang nyaman setuju untuk membagikan minyak di bawah gelombang Laut Timor.
Collaery berpendapat bahwa sebenarnya helium yang terkandung dalam cadangan yang dikejar Australia.
Tak hanya itu, kandungan Helium dinilai lebih banyak daripada minyak dan gas alam Timor Leste.
Helium adalah bahan strategis, berharga mahal dan para menteri Australia sengaja menyembunyikan informasi tentang kehadirannya saat bernegosiasi dengan kepemimpinan Timor Leste pasca kemerdekaan.
Ironisnya, helium bisa memperkaya perusahaan yang terlibat dalam negosiasi alih-alih menjadi persediaan strategis bagi Australia.
Atas pernyataan tersebut, Collaery dituntut dengan undang-undang pencemaran nama baik.
Dikutip dari The Guardian, mantan presiden Timor Leste José Ramos Horta mendesak Australia untuk menunjukkan kebijaksanaan, kejujuran dan belas kasih dengan menghentikan penuntutan yang tidak adil terhadap Saksi K dan Bernard Collaery atas kasus tersebut.
Mamam Tuh! Merdeka Mahal Ala Timor Leste, Bebas dari Indonesia Malah Kena Rampok Australia
Ramos Horta yang juga merupakan pemenang hadiah Nobel perdamaian, mengatakan Saksi K dan Bernard Collaery harus diizinkan untuk menjalani sisa hidup mereka secara normal dan bahwa Australia dan Timor Leste harus meletakkan skandal penyadapan sebagai sebuah "awan gelap" pada hubungan bilateral kedua negara.
“Berhenti mengganggu Bernard Collaery. Biarkan dia kembali membukan praktik hukumnya dan memiliki kehidupan normal serta hormati keduanya," ujar Ramos Horta.
Saksi K adalah mantan perwira intelijen, dan pengacaranya Collaery yang merupakan mantan Jaksa Agung ACT, menghadapi potensi hukuman penjara karena menyampaikan informasi tentang operasi penyadapan tahun 2004 yang dilakukan oleh Badan Intelijen Rahasia Australia di kantor-kantor pemerintah Timor Leste selama negosiasi bilateral yang sensitif mengenai sumber daya minyak dan gas di Laut Timor.
Penyadapan ini memberi Australia keuntungan dalam negosiasi tentang sumber daya yang menguntungan yang penting bagi masa depan Timor Leste, yang merupakan negara termiskin di dunia.
Pengungkapan tentang keberadaan operasi tersebut membuat Timor Leste membawa Australia ke pengadilan internasional dan, pada akhirnya, merundingkan ulang perjanjian agar lebih adil.
Penuntutan terhadap Saksi K dan Collaery mulai dilakukan setelah perjanjian baru ditandatangani.
Ramos Horta mengatakan kabar penuntutan terhadap Saksi K dan Collaery itu sangat mengejutkan rakyat Timor Leste.
Ramos Horta juga mengatakan penuntutan terhadap Saksi K dan Collaery tidak ada gunanya.
Sebagai seorang mantan Presiden, Ramos Horta paham betul jika suatu negara pasti akan melakukan operasi mata-mata.
Tapi ia tak habis pikir, kenapa Australia tega melakukan hal tersebut terhadap Timor Leste yang notebene negara kecil. “Jika Australia ingin memata-matai Korea Utara, China atau Rusia, bisa dimengerti,” katanya.
“Tetapi untuk memata-matai Timor Leste atas nama Woodside, atas nama ConocoPhillips, atas nama perusahaan minyak, Anda tahu, ini seperti Anda memiliki seorang wanita tua yang malang di suatu tempat di lingkungan Australia, berusia 80 tahun, miskin, hidup dengan uang pensiun yang sedikit, dan kemudian Australia mencoba mengambil uang dari wanita tua itu.
“Nah, Timor Leste berlutut, dan kami membutuhkan pengaturan yang sangat adil,”
ujar Ramos Horta.
Source: PNG SUN